salah satu dari kedua
Hari raya mulia ini. Bahkan realitanya, di beberapa negara seperti Mesir
dan Iran, Hari raya Idul Adha jauh lebih meriah dan semarak dibanding Idul
Fitri.
Hari raya Idul Adha sudah ada
dihadapan, namun suasana teramat jauh berbeda dibanding saat menyambut lebaran
idul fitri. Ada yang tahu sebabnya ? Apapun sebab bisa kita kemukakan, namun
sayangnya tak ada dalil secuilpun yang mengistimewakan
Di Mesir Hari raya Idul Fitri
disebut dengan 'Ied Shogir' atau lebaran kecil, sedangkan Idul Adha disebut
dengan 'ied kabir' lebaran besar. Sebenarnya istilah ini juga kita kenal dalam
kalender Jawa yang menamakan bulan Dzulhijjah dimana di dalamnya ada idul
Adha dengan istilah " Besar ". Karena Idul adha adalah hari
raya “besar” maka berarti harus ada sesuatu yg diagungkan bukan ? Nah, Mari
kuatkan tekat untuk menyambut Hari raya sepenuh suka cita, teramat banyak dalil
yang menguatkan bahwa keduanya sama-sama istimewa dan tiada beda.
Hari raya itu adalah momentum
kegembiraan, anugerah kebahagiaan yang disetting dari atas langit sana. Maka
menjalani kelaparan baik sengaja maupun tidak sama-sama terlarang. Lapar
sengaja berarti berpuasa di hari mulia itu, dan hal tersebut jelas diharamkan
dalam syariat kita yang luwes nan indah. Adapun Lapar karena kondisi dalam arti
kemiskinan, maka harus dihindari dicegah oleh kaum muslimin lainnya. Karenanya
ada syariat zakat fitrah saat idul fitri, dan menyembelih hewan qurban
saat idul adha. Jadi secara sederhana bisa kita pahami, bahwa pensyariatan zakat
fitrah dan penyembelihan qurban, plus larangan berpuasa di hari raya,
menunjukkan secara signifikan tepatnya isyarat Rasulullah sebelumnya bahwa hari
raya adalah momentum makan-makan !.
Riwayat tentang kegembiraan yang terpancar dalam suasana hari raya begitu banyak terserak. Salah satunya bisa kita lihat begitu gamblang dari kisah Aisyah dan Rasulullah SAW yang menonton bersama di hari mulia itu.
Riwayat tentang kegembiraan yang terpancar dalam suasana hari raya begitu banyak terserak. Salah satunya bisa kita lihat begitu gamblang dari kisah Aisyah dan Rasulullah SAW yang menonton bersama di hari mulia itu.
Aisyah berkata, “Pada suatu hari
raya, ketika rombongan orang-orang Habasyah memperagakan pertunjukan
tari-tarian tombak di halaman masjid, Rasulullah menawariku, ‘Ya Humaira,
apakah engkau mau menonton mereka?’ Aku menjawab, ‘Ya’. Lalu beliau menyuruhku
berdiri di belakang beliau, dan beliau merendahkan bahunya agar aku dapat
melihat dengan jelas. Kuletakkan daguku di atas bahu beliau sambil kusandarkan
wajahku ke pipi beliau, aku menonton lewat atas pundak beliau, dan beliau
menyeru yang di depan agar merendah. Beliau berkata kepadaku, ‘Ya Aisyah,
apakah engkau sudah puas?’ Aku menjawab, ‘Belum’. (HR. Bukhori dan Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar