Mengapa
Kebagian Diperlukan
Kebahagiaan atau kegembiraan
adalah suatu keadaan pikiran atau perasaan yang ditandai dengan kesenangan, cinta,
kepuasan, kenikmatan, atau kegembiraan. Berbagai pendekatan filsafat, agama, psikologi, dan biologi telah dilakukan untuk
mendefinisikan kebahagiaan dan menentukan sumbernya. Para filsuf
dan pemikir agama telah sering mendefinisikan kebahagiaan dalam kaitan dengan
kehidupan yang baik dan tidak hanya sekadar sebagai suatu emosi.
Definisi ini digunakan untuk menerjemahkan eudaimonia (Bahasa Yunani: εὐδαιμονία) dan masih digunakan dalam teori kebaikan.
Meskipun pengukuran langsung derajat kebahagiaan masih menjadi tantangan,
beberapa peneliti telah mengembangkan alat untuk melakukan hal itu,
misalnya dengan The Oxford Happiness Questionnaire. Para peneliti juga
telah mengidentifikasikan beberapa hal yang berhubungan dengan kebahagiaan: hubungan dan interaksi sosial, status pernikahan, pekerjaan, kesehatan, kebebasan demokrasi, optimisme,
keterlibatan religius, penghasilan, serta kedekatan dengan orang-orang bahagia
lain (Wikipedia.com).
Banyak
juga yang tidak menemukan kebahagiaan meskipun ia sudah mencapai
maksudnya. Contohnya adalah orang miskin yang mengejar kekayaan, sebab
dalam bayangannya, jika kaya ia akan mampu menolong sesama. Akan tetapi,
setelah kaya ia malah menjadi sombong dan kikir. Ada negarawan yang
ketika menjadi anggota parlemen berjanji akan menolak segala kezaliman, namun
setelah jadi Presiden atau Perdana Menteri justru ia sendiri yang menzalimi
rakyatnya. Pada dasarnya mereka yang menilai kebahagiaan dengan materi hanyalah
orang-orang yang tertipu, karena segala sesuatu yang ada di dunia ini hanya
memiliki harga sesuai kemampuan manusia untuk menghargainya. Buku yang
sarat ilmu hanya akan dijual kiloan di pasar loak oleh para penjual yang tak
mengerti isinya. Orang yang tak paham bedanya emas dan kuningan akan
menjual keduanya dengan harga yang sama (http://insistnet.com).
Islam mengajarkan pada manusia empat jalan
untuk menuju kebahagiaan. Pertama, harus
ada i’tiqad, yaitu motivasi yang benar-benar berasal dari dirinya sendiri. Kedua, yaqin, yaitu keyakinan yang kuat akan
sesuatu yang sedang dikerjakannya.
Ketiga, iman, yaitu yang lebih tinggi dari sekedar keyakinan, sehingga
dibuktikan oleh lisan dan perbuatan.
Tahap terakhir adalah ad-diin, yaitu penyerahan diri secara total kepada
Allah, penghambaan diri yang sempurna.
Mereka yang menjalankan ad-diin secara sempurna tidaklah merasa sedih
berkepanjangan, lantaran mereka benar-benar yakin akan jalan yang telah Allah
pilihkan untuknya.
Meluruskan
Niat Kita
Pengertian
niat dalam ibadah. Niat secara bahasa adalah maksud dan keinginan hati untuk
melakukan sesuatu. Niat menurut syariat adalah keinginan hati untuk menjalankan
ibadah baik yang wajib atau yang sunnah. dan keinginan akan sesuatu seketika
itu atau untuk waktu yang akan datang juga disebut niat.
Tempat
niat adalah didalam hati. jika seseorang berniat wudhu dalam hati kemudian dia
berwudhu maka sah wudhunya walaupun dia tidak melafadzkan niat tersebut. dalam
niat tidak diharuskan mengucapkan dengan lisan, akan tetapi cukup dalam hati.
jika seseorang berniat dalam hati dan mengucapkannya dengan lisan maka lebih
sempurna. karena niat adalah sebuah keikhlasan maka tempatnya adalah dalam
hati.
Sebagian
ulama berpendapat bahwa niat itu rukun dari sebuah ibadah, dan sebagian yang
lain berpendapat bahwa niat itu syarat ibadah. akan tetapi mereka bersepakat
bahwa ibadah itu tidak sah jika tanpa niat. seseorang yang berwudhu tanpa niat
maka wudhunya batal. Maka jika kita ingin melakukan suatu kebaikan maka
seyogyanya kita niatkan hanyalah memperoleh kebaikan, keberkahan serta Allah
selalu meredhoi kita.
Mengapa
Kita Perlu Hijrah
Inti
hijrah kepada Alloh ialah dengan meninggalkan apa yang dibenci Alloh menuju apa
yang dicintai-Nya. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang
muslim ialah orang yang kaum muslimin lainnya selamat dari gangguan lisan dan
tangannya. Dan seorang muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang
meninggalkan apa yang dilarang oleh Alloh.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Hijrah
ini meliputi ‘dari’ dan ‘menuju’: Dari kecintaan kepada selain Alloh menuju
kecintaan kepada-Nya, dari peribadahan kepada selain-Nya menuju peribadahan
kepada-Nya, dari takut kepada selain Alloh menuju takut kepada-Nya. Dari
berharap kepada selain Alloh menuju berharap kepada-Nya. Dari tawakal kepada
selain Alloh menuju tawakal kepada-Nya. Dari berdo’a kepada selain Alloh menuju
berdo’a kepada-Nya. Dari tunduk kepada selain Alloh menuju tunduk kepada-Nya.
Inilah makna Alloh, “Maka segeralah kembali pada Alloh.” (Adz Dzariyaat: 50). (Muslim.Or.Id)
Dengan
demikian seorang muslim yang menginginkan kecintaan Alloh dan Rosul-Nya tidak
ragu-ragu bahkan merasa mantap meninggalkan segala perkara yang melalaikan
dirinya dari mengingat Alloh. Dia rela meninggalkan pendapat kebanyakan manusia
yang menyelisihi ketetapan Alloh dan Rosul-Nya walaupun harus dikucilkan
manusia. Seorang ulama’ salaf berkata, “Ikutilah jalan-jalan petunjuk dan
janganlah sedih karena sedikitnya pengikutnya. Dan jauhilah jalan-jalan
kesesatan dan janganlah gentar karena banyaknya orang-orang binasa (yang
mengikuti mereka).
Wahai saudaraku,
sahabat teman dan sejawatku tiada yang kita harapkan dalam kondisi sekarang ini
selain hanya Allah selalu hadir dalam setiap kesempatan dimanapun kita berada,
Allah selalu Redho dengan waktu yang kita lalui. Begitu banyak nikmat
kesempatan semoga menjadikan kita selalu ingat akan kebesarannya.
Ketika kita
mendetakkan niat ingin suatu perubahan dari yang bergelimang dosa dan ketidak
manfaatan waktu yang kita jalani, kita ingin berubah kita ingin bebas dari
belenggu nafsu yang kita besarkan dari pada sadar, bahwa kita memerlukan bekal
untuk melalui masa yang amat panjang, yaitu perjalanan menuju Allah, maka Allah
telah mencatat kita, bahwa kita siap menujunya walaupun perbuatan perubahan itu
belum kita laksanakan.
Hal yang
saya rasakan pada apa yang selama ini terjadi pada diri saya ketika saya ingin
berubah saya ingat dekat kepadanya, ketika saya muak dengan segala dosa,
maksiat yang pernah saya lakukan sadar atau tidak ingat ataupun lupa Allah SWT
langsung menjawab niat itu, niat berubah itu dengan memberikan ganti niat yang
baik dengan sepuluh kali kebaikan yang tidak pernah kita niatkan tetapi Allah
dampingkan kepada kita sebagai Keagungan-Nya Allah SWT tuhan kita ;
1. Kesempatan
berubah menjadi lebih baik
2. Mendapatkan
perasaan bahagia tak terkira
3. Segala hajat
dan cita-cita Allah kabulkan
4. Selesai dari
masalah hutang dunia
5. Terbukanya
pintu rezeki
6. Terbukanya
pintu silaturahmi kepada siapapun
7. Bertambahnya
Ilmu
8. Terciptanya
keluarga Sakinah, mawaddah dan warohma
9. Semangat
hidup meraih surge akherat dan bahagia dunia
10. Memberi tak
henti dan waktu terasa sangat berharga.
Masih banyak lagi yang akan kita
rasakan, diatas hanya sekelumit dan kecil saja apa yang akan kita peroleh.semoga
jalan hijrahnya kita untuk menuju Allah SWT akan Ia mudahkan juga pintu rahmat
bagi kita semua, buat kita, keluarga kecil kita, sahabat, saudara dan kaum
kerabat kita semua dunia maupun akherat. Amin yarabbul alamin.
Sumber
Tulisan :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar